BHINEKA berarti aneka, keaneka ragaman, berbeda –
beda, bermacam – macam.
TUNGGAL berarti satu.
IKA artinya itu, menjadi itu.
BHINEKA TUNGGAL IKA
berarti berbeda – beda, bermacam – macam, beraneka ragam, semuannya menjadi yang satu
itu, semuanya berada dalam yang satu
itu, dan semua menjadi yang satu itu,
jadilah SATU.
Makna dari BHINEKA TUNGGAL IKA adalah berbeda – beda negara,
bangsa, suku, etnis, kebudayaan, adat, bahasa, agama, kepercayaan, berbeda – beda wujud, ada wujud halus ( jin,
malaikat, dsb ), ada wujud kasar / fisik
( manusia, binatang, dsb ), ada tumbuhan, Ada cacing di tanah, ada bakteri, ada virus, dsb. Semuanya adalah SATU, satu langit, satu bumi, satu alam semesta, satu jagat
raya, satu Sang Pencipta, satu Tuhan.
Dalam bhagavad gita Krishna menjelaskan kepada Arjuna bahwa
semua yang ada di alam semesta ini tanpa terkecuali sedang menuju kepada
NYA (maksudnya Tuhan). Bagaimana pun manusia melakukan persembahan
kepada NYA, sesuai petunjuk kitab – kitab suci (sembahyang, -YANG maksudnya
Tuhan, jadi maksud kata sembahyang berarti menyembah Tuhan), bagaimana pun
mahluknya melakukam ibadah atau ritual, sesuai dengan kepercayaan atau agama
mereka masing – masing, asalkan niatnya
di tujukan kepada NYA, yang telah menciptakan seluruh jagad raya ini, apa pun
sebutannya, Yang Maha ini..., Yang Maha itu..., Sang Yang ini..., Sang Yang itu..., Krishna menjelaskan semua persembahan tersebut
akan sampai kepada NYA. (bhagavad gita)
HARMONIS DENGAN ALAM
Pada suatu hari para pandawa pernah di tugaskan untuk menjaga
ritual keagamaan yang di lakukan oleh para guru mereka, di tengah hutan
belantara. Sebab di hutan tersebut
banyak raja para jin yang sering mengganggu.
Krishna juga ikut menemani para pandawa untuk menjaga ritual
keagamaan tersebut dengan cara bergiliran pada tiap malamnya, dan Krishna
mendapat giliran paling terakhir.
Ketika giliran para pandawa yang menjaga, banyak sekali
serangan dan gangguan dari para mahluk halus yang sangat sakti, sehingga para
pandawa sangat kwalahan menghadapinya, padahal berbagai kesaktian dan juga
semua senjata pusaka yang sangat ampuh sudah di pergunakan oleh para pandawa
untuk menghadapi gangguan dan serangan itu,
namun tetap saja para pandawa sangat kerepotan, dan juga sangat kesulitan menghadapinya.
Pada malam terakhir giliran Krishna yang menjaga, ketika Krishna berjaga ia sangat santai dan
tidak membawa senjata apa pun, dan juga tidak melakukan persiapan khusus
seperti yang di lakukan oleh para pandawa pada hari sebelumnya.
Namun, ada yang lain
pada malam itu pada saat Krishna berjaga,
yaitu seluruh hutan kelihatan sangat tenang, aman dan sangat terasa
damai, bahkan sama sekali tidak ada
serangan dari mahluk halus mana pun yang pada malam sebelumnya selalu
mengganggu ketika para pandawa yang berjaga.
Para pandawa sangat heran dengan kejadian tersebut. Keesokan harinya mereka menanyakan kejadian
itu kepada Krisna.
“Arjuna langsung berkata pada Krishna :
Saudaraku mengapa tadi malam pada saat kau berjaga, hutan ini sangat tenang, bahkan tidak ada
satu mahluk halus pun yang mengganggu ?”.
Krishna menjawab :
“Selama ini kalian membenci mereka, dan kebencian kalian pada mahluk lainnya juga
banyak. Rasa benci yang ada pada diri
kalian mudah di rasakan oleh para mahluk halus,
kalau kalian mengarahkan rasa benci itu kepada mahluk halus, maka mereka
akan membalasnya dengan cara mengganggu atau menyerang kalian. Rasa benci kepada mahluk lain pun akan
membuat pola energi kalian menjadi seperti tajam dan juga seperti kotor. Pola energi yang seperti itu sangat mudah di
rasakan oleh mahluk yang berbadan halus dan sangat mengganggu mereka, sehingga jika kalian memasuki tempat –
tempat yang di huni oleh mereka, maka
mereka dapat mengganggu kalian, sebab
kebencian yang terpancar dari jiwa kalian walaupun kalian tidak
menyadarinya, dapat mengganggu ketentraman dan kenyamanan mahluk yang bebadan halus.”
Krishna menambahkan :
“Aku tidak pernah membenci mereka dan juga mahluk apa
pun. Aku mengasihi dan mencintai semua
mahluk tanpa syarat dan tanpa batas apa pun, dan aku tidak pernah berniat buruk
sedikit pun kepada mereka. Jadi wajarlah
jika para mahluk halus itu tidak ada yang mengganggu aku.” Demikianlah
Krishna menjelaskan untuk memberi ajaran – kasih – kepada pandawa.
KASIH
Kasih dan mengasihani alias kasihan adalah hal yang sangat
berbeda. Kasih timbul dari kesadaran murni
dan juga dari pencerahan. Sementara
kasihan timbul dari ego.
Seorang yang merasa kasihan terhadap suatu obyek, suatu waktu
dapat membenci obyek itu. Karena rasa benci dan kasihan berasal dari ego yang
sama.
Baik buruk, sukha dukha, pemarah sabar, jahat alim, kasar
halus, dan semua sifat yang memiliki pasangan saling bertentangan berasal dari
ego.
Kasih adalah
tunggal. Dan tidak memiliki pasangan lainnya. Kasihan memerlukan syarat – syarat tertentu, sedangkan –kasih- tidak pernah bersyarat dan
juga tidak pernah terbatas.
Kasih itu universal,
tidak membedakan suku, etnis, bangsa, agama, kepercayaan, derajat, latar
belakang, baik atau jahat, atau pun persyaratan lainnya.
Krishna mengatakan bahwa –kasih- adalah sumber penciptaan,
sumber dari seluruh kehidupan, dan juga energi vital bagi seluruh penciptaan
dan kehidupan itu sendiri.
Seluruh kekuatan alam tunduk pada energi kasih.
Semua kekuatan alam dan semua kesaktian yang ada, termasuk
yang terdapat pada benda pusaka apa pun, termasuk kekuatan dan kesaktian yang
di miliki oleh para Dewa dapat di taklukan dengan energi –kasih- .
Itulah sebabnya Shidarta Gautama, dan juga orang lain yang
memiliki sifat -kasih- dapat dengan
mudah mengalahkan para raja siluman yang sangat sakti, dan juga mudah sekali
menaklukan senjata pusaka yang menyerang mereka.
Kalau ada pemuka agama yang sering berkotbah tentang -kasih- , namun ia sering menyiksa mahluk
lain, seperti memukuli anjing sampai mati sebelum di sembelih, atau memasukan anjing itu ke karung lalu
membanting – bantingnya sampai mati, atau mencekiknya sehingga anjing itu tersiksa sebelum akhirnya
mati, untuk di sembelih.
Hal
tersebut menunjukan bahwa pemuka agama tersebut belum memiliki -kasih- .
Seorang yang memiliki –kasih- hati nurani nya akan hidup dan berkembang
tanpa batas, ia tidak akan tega membuat mahluk lain menderita, dan tidak akan
bersenang – senang di atas penderitaan mahluk lain apalagi kalau penderitaan
mahluk lain itu akibat ulahnya, seorang yang memiliki -kasih-
tidak akan senang melihat mahluk lain menderita, walau pun itu orang yang sering berbuat jahat
kepadanya.
Kalau terpaksa menyembelih binatang untuk di makan, pakailah
cara atau teknik tertentu agar binatang itu tidak terlalu menderita / tersiksa
sewaktu di sembelih.
Seorang yang memiliki sifat
-kasih- terbebas dari rasa benci terhadap siapa pun dan terhadap apa pun
juga.
Ia mudah memaklumi kejahatan yang di tujukan kepada nya.
Seseorang yang dengan mudah membenci, apalagi hanya karena
iri, dengki, atau hanya karena di hasut
oleh orang lain, hanya menunjukan bahwa orang yang mudah membenci tersebut
masih berjiwa rendah.
Kalau ada orang lain berbuat jahat kepada kita,
sebaiknya hanya rasa kesal atau marah
saja yang timbul, tapi jangan sampai
membenci.
Rasa kesal dan marah akan memudar dengan sendirinya, sedangkan rasa benci dapat terus
berkepanjangan, dan hanya akan mengotori jiwa kita sendiri.
Sifat benci sudah sering di tanamkan pada jiwa manusia ketika
manusia masih anak – anak, terutama oleh pemuka agama yang fanatik. Seperti
untuk membenci agama lain, membenci setan, dan lain sebagainya.
Rasa benci yang sudah di tanamkan dari semenjak anak – anak
membuat sifat -kasih- dalam diri manusia
tidak dapat berkembang.
Sifat benci yang sudah ada dalam jiwa manusia akan terus
berkembang tanpa batas, sekarang hanya membenci
setan, besok – besok akan membenci yang
lainnya, sehingga semakin banyak sesuatu
yang akan di bencinya.
Hanya karena berbeda agama, suku, etnis, dan juga sebab yang
lain, kita mudah membenci orang lain.
Padahal secara kenyataan dan fakta orang yang mereka benci,
terutama oleh sebab perbedaan, seperti perbedaan agama, etnis dan lainnya, itu
sama sekali belum pernah berbuat kesalahan atau pun kejahatan kepada orang yang
membencinya itu.
Dalam ajaran agama kita di ajarkan untuk tidak mengikuti
ajaran setan, namun bukan untuk membencinya.
Sebab ketika kita sudah memiliki sifat benci, maka pada saat itulah kita
juga sudah sama seperti setan.
Masih ingat cerita tentang Adam
dan iblis di Al Quran dan Injil ? Dahulu iblis adalah malaikat. Setelah
Adam di ciptakan, iblis langsung membenci Adam di karenakan rasa iri karena
Adam di berikan derajat yang lebih baik.
Pada saat rasa benci itu muncul dalam diri malaikat itu, maka
pada saat itulah malaikat itu langsung berubah menjadi iblis / setan.
Bukan hanya malaikat yang tiba – tiba dapat berubah menjadi
setan / iblis apabila kebencian telah mendominasi dalam jiwa, mahluk lain pun termasuk manusia dapat
berubah menjadi sosok setan / iblis apabila jiwa sudah di penuhi dengan rasa
benci.
Untuk memiliki sifat
-kasih-, kita harus bisa membuang semua rasa benci yang ada pada diri
kita, rasa benci itu jangan di pendam dalam hatu, tetapi di buang seluruhnya
dari hati dan jiwa kita.
Kasihi lah setiap mahluk tanpa persyaratan apa pun dan tanpa
batas apa pun.
Dalam kisah Yesus dan iblis,
Yesus pernah di cobai iblis agar Yesus berpaling dari ajaran Allah ,
namun Yesus sama sekali tidak marah atau pun membenci iblis itu, sebaliknya
Yesus malah mengasihi serta menasehati iblis itu, agar iblis bertobat
dan kembali ke jalan Tuhan. Yesus sangat
mengasihi semua mahluk termasuk iblis
dan setan, bahkan Yesus juga mendoakan iblis, agar suatu saat iblis dapat
kembali ke jalan Tuhan.
Dalam agama Islam juga di ajarkan agar umatnya selalu
mengucapkan bismillah.... ketika akan
melakukan sesuatu, yang artinya “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang”. Dari kalimat itu jelaslah bahwa sifat -kasih- di ajarkan dalam semua agama. Karena
-kasih- adalah energi vital yang
meliputi seluruh alam semesta ini.
Kalau ada orang yang sering berkotbah tentang -kasih- ,
tetapi dalam melakukan kebaikan masih memilih – milih, apakah obyeknya
masih se-agama dengan dia atau tidak, masih satu aliran / sekte atau tidak,
masih satu suku / etnis atau tidak, serta masih mencari – cari perbedaan
lainnya. Semua hal tersebut menunjukan
bahwa orang itu belum memiliki -kasih- .
Kasih itu tidak pernah memperhatikan latar belakang.
Kasih itu ikhlas dan universal. Kasih itu tidak mengharapkan balasan atau
pujian dalam bentuk apa pun, baik tidak
mengharapkan balasan di dunia, dan juga tidak mengharapkan balasan di akhirat,
serta tidak mengharapkan balasan apa pun baik secara lahiriah maupun
bathiniah. Kasih itu sangat iklas dan
tulus.
Seorang yang memiliki
-kasih- dapat melakukan kebaikan tanpa harus di imimng – imingi dengan
surga dan pahala, bisa tidak melakukan
kejahatan tanpa harus di takut – takuti dengan dosa / kamma, atau pun azab atau
siksa neraka.
Mereka yang mempunyai sifat
-kasih- hati nurani nya hidup dan ber-jiwa ikhlas, sehingga di iming – imingi istana megah di
surga, bidadari cantik bertelanjang dada sudah tidak dapat mempengaruhi mereka
lagi, termasuk janji akan di bangkitkan
dengan sukha cita pada hari kebangkitan.
Mereka tidak peduli dengan janji – janji itu, karena semua yang mereka lakukan tulus dan ikhlas.
Mereka bukanlah anak kecil yang harus di iming – imingi
dengan hadiah serta imbalan tertentu agar mau melakukan kebaikan terhadap
sesama, dan tidak perlu di takut –
takuti dengan ancaman tertentu supaya tidak melakukan kejahatan terhadap mahluk
lainnya.
Hubungan mereka dengan Sang Pencipta adalah hubungan antara
Tuhan dan hambanya yang saling mencintai, bukan hubungan antara pedagang dan
pembeli.
Jika mereka melakukan amal atau kebaikan lainnya,
Bukan karena mereka menginginkan Tuhan membeli kebaikan serta
amal mereka dengan bayaran pahala dan
surga, atau dengan bayaran bidadari cantik dengan istananya yang megah, atau
pun bukan agar di bayar supaya di bangkitkan dengan sukha cita pada hari
kebangkitan nanti.
Karena -kasih- itu
bukanlah pengharapan, tapi ketulusan dan keikhlasan yang bersumber dari
pencerahan murni dan kesadaran murni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar